Arus Kas 4 BUMN Karya Sepanjang 2018 Cukup Positif

Ilustasi kas.

Jakarta, Posmetro Indonesia — 4 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor konstruksi kompak mencatatkan arus kas positif sepanjang 2018. Penyakit menahun yang selama ini kental di BUMN konstruksi pun hilang.

Sejak pembangunan infrastruktur masif dilakukan dalam empat tahun terakhir, performa keuangan emiten konstruksi mulai goyah karena arus kasnya semakin menipis dan minus. Pasalnya, perusahaan harus merogoh kocek tinggi dalam mengerjakan proyek dan baru mendapatkan pembayaran ketika pembangunan hampir selesai.

PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) adalah perusahaan yang pada 2017 lalu masih mencatatkan arus kas negatif. Padahal, PT Pembangunan Perumahan (persero) Tbk (PTPP) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk sudah positif pada tahun tersebut.

Arus kas Waskita Karya yang sebelumnya minus Rp5,95 triliun, pada 2018 berbalik arah positif sebesar Rp3,03 triliun. Kemudian, Adhi Karya tahun lalu memiliki arus kas positif sebesar Rp70,9 miliar, membaik dibanding 2017 yang minus Rp3,2 triliun.

Lihat juga : OJK Blokir 803 ‘Tukang Kredit’ Digital Ilegal Setahun Ini

“Arus kas operasional Waskita Karya dan Adhi Karya yang positif terjadi mereka telah menerima pembayaran atas proyek yang selama ini dicatat sebagai piutang,” ujar Analis Kresna Sekuritas Andreas Kristo kepada CNNIndonesia.com, Jumat (5/4).

Wijaya Karya mungkin bisa disebut paling beruntung pada 2018 kemarin. Manajemen bukan saja bisa mempertahankan arus kas yang positif, tapi jumlahnya meningkat 44,68 persen dari Rp1,88 triliun menjadi Rp2,72 triliun.

Lain cerita, dengan PTPP. Arus kas mereka justru menurun hingga 51,04 persen dari Rp1,46 triliun menjadi Rp716,12 miliar. Andreas menyebut masalah tersebut dilatarbelakangi jumlah pembayaran gaji dan bonus karyawan yang meningkat.

“Pada 2018 PTPP melakukan tiga akuisisi perusahaan sehingga jumlah headcount(perhitungan jumlah karyawan) memang meningkat,” katanya.

Pembayaran kas kepada karyawan sepanjang tahun lalu tercatat meningkat menjadi Rp716,8 miliar dari sebelumnya yang hanya Rp500,85 miliar. Tak hanya itu, pembayaran untuk direksi juga naik dari Rp29,86 miliar menjadi Rp40,76 miliar.

Di sisi lain, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan perbaikan arus kas ikut mempengaruhi laba bersih perusahaan. Hal ini terjadi pada Waskita Karya.

Pertumbuhan laba bersihnya tipis, yakni hanya 2,06 persen dari Rp3,88 triliun menjadi Rp3,96 triliun. Realisasi itu berbeda jauh dengan 2017 lalu yang peningkatannya mencapai 126,9 persen.

Menurut Hans, Waskita Karya menyeleksi betul proyek yang diambil pada tahun lalu. Hal itu dilakukan agar tak terlalu memberatkan kas internal.

Lihat juga: Tiket Pesawat Mahal, Hunian Hotel di Bali dan Jakarta Turun

“Tapi ada hubungannya kalau tidak banyak ambil proyek, arus kas memang positif tapi harus siap pertumbuhan laba bersih melambat,” ucap Hans.

Perlambatan juga terjadi pada PTPP dan Adhi Karya. Laba bersih PTPP pada 2018 hanya naik 3,44 persen, sedangkan 2017 lalu sampai 50,87 persen. Begitu juga dengan Adhi Karya, labanya dua tahun lalu melejit 64,43 persen tapi 2018 kemarin hanya 24,97 persen.

Artinya, hanya Wijaya Karya yang berhasil mencatatkan kinerja paling positif. Perusahaan meraup laba bersih sebesar Rp1,73 triliun, atau naik 44,16 persen pada tahun lalu. Secara persentase, peningkatan laba bersihnya lebih tinggi dari 2017 yang sebesar 14,28 persen.

“Jadi bisa dikatakan Wijaya Karya yang paling membaik, kinerjanya bagus,” terang Hans.

Lihat juga: Sri Mulyani: Keputusan The Fed Sinyal Ekonomi Global Lemah

Kurang sependapat, Andreas melihat peningkatan laba bersih Waskita Karya dan Wijaya Karya didorong oleh pendapatan lain-lain di luar bisnis utamanya sebagai kontraktor. Untuk Waskita Karya, perusahaan memperoleh tambahan laba dari penjualan aset melalui penerbitan Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT).

“Wijaya Karya ada laba dari pendapatan lain seperti bunga atas pinjaman dan nilai wajar atas investasi properti,” jelas Andreas.

Sementara itu, PTPP dan Adhi Karya tak memiliki pendapatan tambahan di luar bisnis konstruksi. Dengan demikian, Andreas berpendapat Adhi Karya lah yang mencetak kinerja terbaik tahun lalu.

“PTPP kenaikannya stagnan, Wijaya Karya dan Waskita Karya (tanpa pendapatan lain-lain) turun,” katanya.

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *