Mbak Tutut: Pak Soeharto Berhenti, Bukan Mundur

Mbak Tutut
Mbak Tutut mengatakan ayahnya, Presiden Kedua RI, Soeharto, tidak mengundurkan diri tetapi berhenti dari kursi kepresidenan.

Jakarta, Posmetro Indonesia – Anak perempuan Presiden Ke-2 RI Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut, menceritakan momen ketika ayahnya menanggalkan jabatan Presiden 21 tahun lalu. Soeharto secara resmi melepas posisinya sebagai presiden pada 21 Mei 1998 lewat pidato yang disampaikan di Istana Negara Jakarta.

Mbak Tutut mengatakan Soeharto memilih diksi ‘berhenti’ daripada ‘mundur’ ketika menyampaikan pidato terakhir sebagai presiden saat itu. Soeharto menyerahkan jabatan Presiden kepada wakilnya BJ. Habibie.

Lihat juga: Setelah Pertemuan Jokowi-Prabowo, Marak Unduhan Provokatif di Media Sosial

“Bapak menggunakan istilah berhenti. Beliau mencari kata berhenti di UUD 1945,” kata Mbak Tutut setelah menyerahkan arsip statis Soeharto, di Kantor ANRI, Jakarta, Kamis (18/7).

Mbak Tutut mengaku saat itu sempat bertanya kepada ayahnya alasan untuk menggunakan diksi ‘berhenti’. Menurutnya, Soeharto menjelaskan bahwa jika menggunakan istilah mengundurkan diri ketika masa tugas belum selesai berarti dirinya tidak bertanggung jawab.

“Tapi kalau berhenti, saya sedang kerja, yang mempekerjakan itu tidak percaya maka saya berhenti,” ujar Mbak Tutut menceritakan alasan Soeharto memakai diksi ‘berhenti’.

Lihat juga: Yusuf Martak Mengatakan Dia Akan Mendukung Prabowo Jika Dia Berpartisipasi Dalam Idol

Selain soal penggunaan kata ‘berhenti’, Mbak Tutut juga bertanya mengapa Soeharto tidak melanjutkan pekerjaannya hingga selesai.

Menurut Soeharto, kata Tutut, pada saat itu akan banyak korban jika dirinya tetap berkuasa. Soeharto juga, lanjutnya, merasa sudah tidak dipercaya oleh rakyat.

“Karena itu sudah tidak dipercaya lagi kok memaksakan diri, lebih baik berhenti. Supaya generasi lain yang teruskan,” tuturnya.

Lihat juga: Perludem: Sebagian besar Caleg Gerindra menggugat Rekan Separtai

Soeharto terpilih kembali sebagai Presiden dan dilantik untuk ke-7 kalinya pada tanggal 11 Maret 1998.

Sebelum deklarasi ‘berhenti’ Soeharto sekaligus keruntuhan Orde Baru, gelombang protes bermunculan dari kelompok pro demokrasi.

Mahasiswa maupun kelompok masyarakat lainnya melakukan aksi turun ke jalan menuntut Soeharto mundur. Bahkan ada kerusuhan pada tanggal 13 dan 15 mei 1998. Puncak protes ditandai penduduk MPR/DPR pada 18 Mei 1998.

 

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *