Tag: DPR

Fadli Zon Pakai Pin Emas ‘KW’ Anggota DPR Rp200 Ribu

Fadli Zon
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon.

Jakarta, Posmetro Indonesia – Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengaku menggunakan pin emas penanda anggota DPR RI periode 2014-2019 yang ‘KW’ atau palsu. Hal ini menanggapi polemik rencana pengembalian pin emas anggota DPRD DKI Jakarta.

Fadli mengaku, pin emas yang dia kenakan seharga Rp200 ribu. Politikus Partai Gerindra itu menerangkan alasannya menggunakan pin emas ‘KW’ adalah lantaran sering mengalami kehilangan.

“Ini bukan pin emas, ini pin ‘KW’,” kata Fadli kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (22/8).

Lebih jauh Fadli mengaku tidak mengetahui soal besaran anggaran untuk pengadaan pin emas bagian anggota DPRD.

Meski begitu, dia meyakini anggaran yang dikeluarkan untuk pengadaan pin emas tidak terlalu besar karena tidak seluruh bagian pin diselimuti bahan emas.

“Paling berapa itu. Emasnya juga bukan keseluruhan mungkin. Saya sendiri tidak tahu di mana (emasnya) itu ya,”  ujarnya.

Lihat juga: Tutup Muktamar, Cak Imin Juluki Ma’ruf Amin ‘Ratu Lebah’ PKB

Fadli mengatakan pengadaan pin emas untuk anggota dewan bisa dilihat dari berbagai sisi terkait penting dan tidaknya. Namun, menurutnya, pin emas bisa menjadi kenang-kenangan bagi anggota dewan.

“Mungkin kenang-kenangan atau semacam itu. Bisa penting, bisa enggak, tergantunglah. Jadi menurut saya yang kecil-kecil gitu enggak terlalu bisa dibicarakanlah,” ucapnya.

Terpisah, Sekretaris Fraksi PAN DPR Yandri Susanto menilai efektivitas pemberian pin emas kepada anggota dewan perlu dikaji kembali.

Dia mengaku tidak masalah jika pengadaan pin emas untuk anggota dewan dihilangkan karena penggunaannya tidak terlalu penting.

“Kalau memang itu dianggap tidak efektif, tidak efisien, dan manfaatnya juga tidak terlalu mengganggu kinerja DPR, DPRD, ya kalaupun mau dihilangkan enggak apa-apa,” katanya.

Yandri pun mengaku hanya menggunakan pin imitasi. Menurutnya, meskipun tidak menggunakan pin emas, kinerjanya tidak pernah terganggu dan dirinya tidak pernah mendapat masalah saat menghadiri acara resmi kenegaraan selama ini.

Lihat juga: Prihatin DKI Pasca-Ahok, PDIP Buka Peluang Calonkan Risma

Polemik pengadaan pin emas berawal saat sejumlah pihak berencana mengembalikan pin emas penanda anggota DPRD DKI Jakarta periode 2019-2024 karena dinilai menghamburkan keuangan negara.

“Kalau enggak bisa dijual atau disumbangkan saya balikin, tapi sesuai aturan saja,” kata Anggota DPRD DKI terpilih dari Fraksi PDI Perjuangan Ima Mahdiah kepada CNN, Selasa (20/8).

Jika pin emas tersebut bisa dijual, Ima berencana menyumbangkan hasil penjualannya kepada salah satu aplikasi sosial yang dia kelola yakni Jangkau.

“Kalau sesuai aturan boleh dijual untuk disumbangkan ke Jangkau,” kata Ima, yang merupakan mantan staf Basuki Tjahja Purnama alias Ahok ini.

Kasus Suap Dana Perimbangan, KPK Gelar Rekonstruksi Perkara

KPK
Juri Bicara KPK Febri Diansyah (kiri)

Jakarta, Posmetro Indonesia — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan rekonstruksi peristiwa terkait perkara pengurusan dana perimbangan Kabupaten Pegunungan Arfak tahun 2017-2018. Rekonstruksi dilakukan di kediaman tersangka Sukiman di Kompleks DPR RI Kalibata, Jakarta.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan rekonstruksi dilakukan sejak Senin (22/7) siang hingga sore hari di beberapa titik, seperti halaman belakang dan depan rumah, ruang tamu, ruang kerja, dan halaman masjid yang berada di belakang rumah dinas.

“Kegiatan rekonstruksi ini dilakukan karena ada kebutuhan di penyidikan untuk membuat semakin terang alur peristiwa dugaan pemberian dan penerimaan suap saat itu,” kata Febri kepada awak media di Kantornya, Kuningan, Senin (22/7).

Dalam perkara ini, Sukiman selaku anggota DPR Komisi XI diduga menerima uang sejumlah Rp2,65 miliar dan US$22 ribu.

Lihat juga:Nunung dan Kurir Modus Jual Beli Perhiasan Pada Saat Transaksi Sabu

Sementara itu, Pelaksana Tugas dan Penanggungjawab Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak Natan Pasomba diduga memberi uang Rp4,41 miliar yang terdiri dari uang Rp3,96 miliar dan valuta asing sejumlah US$33.500.

Kasus ini bermula saat Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengajukan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada APBN-P 2017 dan APBN 2018 ke Kementerian Keuangan.

Dalam proses pengajuannya, Natan Pasomba bersama pihak pengusaha melakukan pertemuan dengan pegawai Kementerian Keuangan untuk meminta bantuan. Pihak pegawai Kementerian Keuangan kemudian meminta bantuan kepada Sukiman.

Diduga, terjadi pemberian dan penerimaan suap terkait dengan alokasi anggaran Dana Alokasi Khusus/Dana Alokasi Umum/Dana Insentif Daerah untuk Kabupaten Pegunungan Arfak Tahun Anggaran 2017-2018.

Lihat juga: Advokat Zulfikar ‘Preman Pensiun’ Menawarkan Rehabilitasi

Pemberian dan penerimaan suap ini dilakukan dengan tujuan mengatur penetapan alokasi anggaran dana perimbangan dalam APBN-P Tahun 2017 dan APBN Tahun 2018 di Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat.

Atas perbuatannya itu, Sukiman sebagai pihak penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Natan sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Rekonstruksi tersebut dihadiri oleh Sukiman, Natan Pasomba, Tenaga Ahli DPR Fraksi PAN Suherlan, pihak pengamanan Polri, Pamdal dan unsur BKD DPR-RI.

Namun, kata Febri, Sukiman tidak bersedia untuk melakukan rekonstruksi perkara.

“Sehingga, tadi posisinya adalah melihat dan mengonfirmasi apa yang terjadi di titik-titik rekonstruksi tersebut,” ucap Febri.

Lihat juga: 2 Kelompok di Mesuji Bentrok Karena Tanah Garapan, 4 Tewas