Tag: Hong Kong

Belasan Penerbangan Dibatalkan Imbas Demo di Hong Kong

Hong Kong
 

Jakarta, CNN Indonesia — Sebanyak 16 penerbangan di bandara internasional Hong Kong dibatalkan, Minggu (1/9). Pembatalan ini dilakukan akibat aksi demonstrasi yang dilakukan aktivis pro demokrasi. Mereka memblokir akses jalan menuju bandara Hong Kong.

Protes dilakukan sehari setelah polisi dan para demonstran terlibat kekerasan ketika mereka melakukan demonstrasi tanpa izin di tengah kota. Demonstrasi ini telah berlangsung selama 13 pekan dalam 3 bulan terakhir.

Belasan penerbangan di batalkan, seperti dilaporkan situs bandara tersebut. Aula keberangkatan pun dipenuhi penumpang yang berusaha mencapai terminal keberangkatan.

Lihat juga: Resor Mewah Donald Trump Terancam Dihantam Badai Dorian

Sebelumnya, operator kereta bandara Airport Express menangguhkan layanan kereta menuju bandara. Penangguhan dilakukan setelah massa mengepung stasiun tersebut.

Para pengunjuk rasa berpakaian hitam berusaha menyembunyikan diri dari CCTV dengan mengenakan payung. Mereka membangun barikade di terminal bus dan berusaha menghentikan lalu lintas di jalan utama menuju bandara.

Para pendemo sengaja menyasar bandara dalam aksi mereka kali ini. Sebab, mereka berusaha menarik perhatian dunia internasional atas aksi tersebut.

Lihat juga: Aktivis Hong Kong yang Ditangkap Bebas Dengan Jaminan

Para penumpang yang kesulitan transportasi terpaksa meninggalkan bandara dengan menyeret koper dan barang-barang mereka sepanjang jalan untuk keluar bandara.

Aksi demonstrasi di Hong Kong semakin keras. Akis ini awalnya dipicu oleh ketidaksetujuan atas undang-undang baru yang tengah diusulkan. Aturan baru itu memungkinkan dilakukannya ekstradisi (penyerahan kriminal) ke daratan China. Namun, aksi demonstrasi ini dengan cepat berubah menjadi aksi anti-pemerintahan.

Di salah satu terminal bandara, para pemrotes melepaskan tabung pemadam kebakaran, menumpuk troli bagasi dan membarikade jalanan. Mereka juga menghancurkan kamera pengintai sebelum polisi akhirnya mengusir.

Aktivis Hong Kong yang Ditangkap Bebas Dengan Jaminan

Hong Kong
Aktivis pro demokrasi Hong Kong, Joshua Wong.

Jakarta, Posmetro Indonesia – Dua aktivis pro demokrasi Hong Kong, Joshua Wong dan Agnes Chow, yang dilaporkan sempat ditangkap polisi kini sudah dibebaskan. Keduanya lepas dari tahanan dengan jaminan, setelah dicokok karena dianggap menghasut penduduk untuk mengikuti demonstrasi pekan lalu.

Seperti dilansir Associated Press, Jumat (30/8), Joshua dan Agnes langsung mengadakan jumpa pers usai bebas dari tahanan. Keduanya dituduh menggalang demonstrasi ilegal pada 21 Juni lalu.

“Meski mereka menangkap dan memburu kami, kami tidak peduli dan akan terus berjuang,” kata Joshua kepada awak media.

Menurut pernyataan Partai Demosisto, tempat Joshua bernaung, keduanya ditangkap di tempat berbeda. Joshua ditangkap ketika sedang berjalan menuju stasiun kereta pada pukul 07.30 waktu setempat, dan langsung dibawa ke dalam sebuah mobil van.

Lihat juga: Pesawat Airbus Rusia Mendarat Darurat Usai Tabrak Burung

Sedangkan Chow dijemput polisi di rumahnya.

“Kami sebagai penduduk Hong Kong tidak akan menyerah dan tak pernah takut. Kami akan tetap memperjuangkan demokrasi,” kata Chow.

Kepolisian Hong Kong juga menangkap aktivis Andy Chan. Dia dibekuk di Bandara Internasional Hong Kong pada Kamis (29/8) malam. Dia disangka menyulut kerusuhan dan menyerang aparat kepolisian.

Belum diketahui apakah rencana unjuk rasa pada akhir pekan ini di Hong Kong akan tetap berjalan atau tidak. Sebab, Kelompok pegiat Front Hak Asasi Manusia Hong Kong (CHRF) sebagai penggagas memutuskan membatalkan rencana mereka.

Keputusan itu diambil setelah mereka gagal mendapatkan izin dari kepolisian, serta penangkapan dan penganiayaan terhadap sejumlah tokoh aktivis.

Lihat juga: Bertemu Petinggi Pemberontak Houthi, Iran Kecam Saudi

“Prinsip utama kami adalah untuk melindungi seluruh peserta aksi dan memastikan tidak ada satu pun yang berurusan dengan hukum karena keikutsertaan mereka dalam unjuk rasa yang kami organisir. Karena kami melihat tidak ada kemungkinan syarat-syarat itu terpenuhi, maka dari itu kami tidak punya pilihan lain untuk membatalkan aksi esok hari,” kata perwakilan CHRF, Bonnie Leung.

Demonstrasi akhir pekan ini bertujuan memperingati lima tahun tuntutan menggelar pemilihan umum untuk menentukan pemimpin dan anggota dewan Hong Kong. Pada 2015, pemerintah China menolak usul pemilu dan menunjuk langsung pemimpin Hong Kong.

Joshua telah dua kali dijebloskan ke penjara. Pada 2018 dia dijatuhi hukuman tiga bulan penjara atas perannya dalam aksi demonstrasi pro-demokrasi “Gerakan Payung” di 2014. Dia baru bebas dari penjara pada Juni lalu.

Sedangkan Chan sebelumnya juga ditangkap oleh polisi Hong Kong. Dia disangka menyimpan senjata dan bahan pembuat bom. Chan adalah pendiri Partai Nasional Hong Kong yang sudah dibubarkan.

Pemerintah menuduh Chan sebagai aktivis radikal karena menyebarkan kebencian terhadap pendatang dari China, dan mengajak untuk angkat senjata demi kemerdekaan Hong Kong.

Awalnya, para demonstran menuntut pemerintah membatalkan pembahasan rancangan undang-undang ekstradisi yang memungkinkan tersangka satu kasus diadili di negara lain, termasuk China.

Para demonstran tak terima karena menganggap sistem peradilan di China kerap kali bias, terutama jika berkaitan dengan Hong Kong sebagai wilayah otonom yang masih dianggap bagian dari daerah kedaulatan Beijing. Mereka khawatir beleid itu digunakan untuk membungkam para aktivis yang tidak sepakat dengan aturan yang diterapkan China.

Berawal dari penolakan RUU ekstradisi, demonstrasi itu pun berkembang dengan tuntutan untuk membebaskan diri dari China.

Polisi Hong Kong Tembakan Gas Air Mata ke Demonstran

Hong Kong
Aksi protes di Hong Kong kembali memanas, Sabtu (3/8) malam. (REUTERS/Tyrone Siu).

Hongkong, Posmetro Indonesia – Aparat kepolisian Hong Kong melepaskan tembakan gas air mata ke para demonstran berkaos hitam yang menantang RUU ekstradisi, Sabtu (3/8) malam. Gelombang unjuk rasa ini pecah usai massa turut menyerang kantor polisi Yau Tsim di Kota Kowloon.

Laporan wartawan AFP menyebut polisi berkali-kali melontarkan gas air mata ke kerumunan massa pro demokrasi di jalan-jalan yang biasanya di penuhi turis dan wisatawan tersebut.

Polisi sendiri sudah memperingatkan akan menggunakan gas air mata dengan mengibarkan bendera hitam jika massa tidak membubarkan diri. Dengan pakaian lengkap anti hura-hara, polisi yang berjaga di Nathan Road sudah bersiap menghalau massa, dikutip dari Reuters.

Gas air mata ii digunakan polisi, karena para pengunjuk rasa sudah melakukan perusakan fasilitas dan membakar kendaraan didekat kantor polisi.

Lihat juga: Anak Dan Ibu Dilarikan Ke Rumah Sakit Karena Tertimpa Durian

Protes terhadap RUU yang diusulkan parlemen Hong Kong yang memungkinkan orang diekstradisi agar diadili di daratan Cina terus tumbuh dan semakin keras sejak Juni. Gelombang-gelombang protes dilakukan dan polisi dituduh melakukan kekerasan berlebihan serta gagal melindungi pengunjuk rasa dari dugaan serangan geng.

Sebelumnya pada hari itu, para pengunjuk rasa sudah berbaris melalui distrik Mong Kok. Mereka kemudian menyebar ke berbagai area sepanjang Kowloon, dimana mereka mendirikan penghalang di jalan-jalan yang sibuk untuk memblokir arus lalu lintas.

Para pengunjuk rasa, menutupi wajah mereka dengan topeng atau bandana dan mengenakan helm dan kacamata, telah mengadopsi taktik yang modern. Pada hari Sabtu, banyak yang membawa tongkat hiking dan beberapa memegang perisai buatan sendiri.

Lihat juga: Gelombang Panas Landa Jepang, 11 Orang Tewas

“Kami tidak tinggal di tempat yang sama. Kami menggunakan taktik tabrak lari,” kata seorang pekerja konstruksi yang berada di antara pengunjuk rasa di daerah Mong Kok di Kowloon dan menyebut para demosntran harus seperti air untuk menghadapi polisi yang diibaratkan batu.

“Jika polisi terlalu kuat, kita akan pergi. Mereka adalah batu, jadi kita harus seperti air,” tambahnya.

Pemimpin Hong Kong Menunda Pembahasan RUU Ekstradisi

Pemimpin Hong Kong
Demo RUU ekstradisi.

Jakarta, Posmetro Indonesia – Pemimpin Hong Kong Carrie Lam memutuskan untuk menunda pembahasan RUU Ekstradisi pada hari Sabtu (15/6), setelah peraturan tersebut memicu protes besar sejak akhir pekan lalu.

“Dewan Legislatif akan menunda diskusi terkait dengan RUU tersebut sampai komunikasi terkait dengan penjelasan (RUU) dan mendengar pendapatnya selesai. Kami tidak memiliki niat untuk menetapkan batas waktu untuk proses ini,” kata Lam kepada wartawan, Sabtu (15/6). .

“Pemerintah telah memutuskan untuk menunda proses amandemen legislatif.”

Lam mengatakan pernyataan itu setelah dia menekankan bahwa dia akan terus membahas RUU Ekstradisi meskipun ada protes dari puluhan ribu orang yang menolak rancangan undang-undang sejak Minggu (9/6).

Lihat juga: Polisi Hong Kong Menangkap 11 Pengunjuk Rasa Setelah Kerusuhan

Lam merasa sedih karena RUU itu menimbulkan kontroversi dan perselisihan di masyarakat.

“Saya merasa sangat sedih dan menyesal bahwa kekurangan kami dalam melaksanakan pekerjaan kami dan berbagai faktor lainnya telah menyebabkan kontroversi dan perselisihan yang substansial di masyarakat setelah periode yang relatif tenang dalam dua tahun terakhir,” kata Lam.

Ratusan ribu orang turun ke jalan-jalan Hong Kong minggu lalu.

Demonstrasi pecah setelah pemerintah Hong Kong mulai menyusun rancangan undang-undang ekstradisi beberapa waktu lalu. RUU ini memungkinkan otoritas Hong Kong untuk mengirim tahanan ke pengadilan di negara lain, termasuk China.

Aturan yang diusulkan ini telah membuat marah penduduk setempat karena takut sistem peradilan Tiongkok yang bias dan terpolitisasi.

Lihat juga; Bom bunuh diri meletus di Afghanistan, 11 orang tewas

Anggota parlemen Hong Kong juga mengatakan RUU itu tidak menjamin bahwa tahanan yang diekstradisi akan menerima pengadilan yang adil.

Protes itu dianggap sebagai protes dan krisis politik terbesar sejak Inggris menyerahkan Hong Kong ke Cina pada 1997.

Protes itu juga mendorong Lam untuk mendesak pengunduran dirinya dari partai dan penasihat politiknya.

Demonstrasi Ekstradisi yang Mengejutkan, Polisi Hong Kong Menembak Peluru Karet

Demonstrasi Ekstradisi

Jakarta, Posmetro Indonesia – Polisi menembakkan peluru karet ketika demonstrasi menolak RUU ekstradisi di Hong Kong, Rabu (12/6) mulai kerusuhan.

“Kami akan menggunakan kekuatan,” teriaknya peringatan kepada seorang polisi sebelum akhirnya melemparkan peluru karet.

Ambulans yang membawa petugas medis segera masuk ke jalan ketika kerumunan mulai panik.

Sebagian besar pemrotes terkena gas air mata. Mereka melemparkan batu ke arah petugas polisi sebelum pensiun secara teratur.

Lihat juga: Korea Utara mendesak Amerika Serikat untuk mengatur permusuhan

Sebelumnya, seorang warga negara Indonesia, Heribertus Hadiarto, juga mengaku telah ditembak oleh gas air mata saat berada di tengah demonstrasi massa.

Heri mengatakan ia terkena gas air mata ketika polisi berusaha membubarkan kerumunan yang semakin ramai di depan gedung Dewan Legislatif, tempat demonstrasi itu berpusat.

“Semakin banyak orang, polisi telah mencuci gas air mata, saya punya sedikit,” kata Heri kepada CNN.

Lihat juga:Dugaan Kelalaian Presiden Sri Lanka Cegah Teror Bom Diusut 

Konsulat Jenderal RI di Hong Kong sebenarnya sudah mengimbau agar WNI tidak ikut serta dalam aksi demonstrasi tersebut.

Namun, Heri menegaskan bahwa kehadirannya dalam demonstrasi tersebut murni untuk mendukung aspirasi masyarakat Hong Kong, terutama umat Katolik.

Hong Kong kini memang sedang panas karena pemerintah menggodok RUU mengenai ekstradisi yang memungkinkan seorang tersangka satu kasus diadili di luar negeri, termasuk China.

Proposal aturan ini menyulut amarah warga setempat karena khawatir akan sistem pengadilan China yang kerap bias dan dipolitisasi.

“Saya datang untuk mendukung umat, tapi secara pribadi saya juga menolak RUU ini karena pengaruhnya bukan hanya untuk warga Hong Kong, tapi siapa saja termasuk warga asing, khususnya berhubungan dengan politik, bisa diadili di China,” tutur Heri.

Lihat juga: Skenario Brexit Yang Menggantikan Theresa May Harus Hadapi

Jika undang-undang ekstradisi disetujui, Heri khawatir kebebasan beragama di Hong Kong dapat dirantai seperti di Cina.

“Jangan pergi ke Hong Kong seperti Cina … Banyak uskup dan imam lenyap begitu saja … Jika China bisa seperti itu, kebebasan di Hong Kong bisa seperti di China, jadi saya pribadi menolak RUU ekstradisi,” katanya. .

Melanjutkan pernyataannya, Heri berkata: “Tentunya saya tidak mengerti aturan (demonstran) antar negara. Saya hanya ingin melayani masyarakat setempat, setidaknya, sebagai seorang misionaris Anda harus merasakan apa yang dirasakan masyarakat.”

Heri kini telah meninggalkan pusat demonstrasi karena situasinya tidak selalu lebih menguntungkan. Menurut Heri, warga semakin ramai meskipun fakta bahwa pemerintah Hong Kong telah mengumumkan bahwa mereka menunda perdebatan tentang RUU ekstradisi yang harus diadakan hari ini.

“Saya berharap mereka yang datang dan memenuhi aspirasi mereka akan terus menjadi orang yang baik, dan saat ini, tidak ada kekerasan atau kerusakan, saya berharap semuanya berjalan dengan baik,” katanya.