Tag: KPK

Kasus Suap Dana Perimbangan, KPK Gelar Rekonstruksi Perkara

KPK
Juri Bicara KPK Febri Diansyah (kiri)

Jakarta, Posmetro Indonesia — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan rekonstruksi peristiwa terkait perkara pengurusan dana perimbangan Kabupaten Pegunungan Arfak tahun 2017-2018. Rekonstruksi dilakukan di kediaman tersangka Sukiman di Kompleks DPR RI Kalibata, Jakarta.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan rekonstruksi dilakukan sejak Senin (22/7) siang hingga sore hari di beberapa titik, seperti halaman belakang dan depan rumah, ruang tamu, ruang kerja, dan halaman masjid yang berada di belakang rumah dinas.

“Kegiatan rekonstruksi ini dilakukan karena ada kebutuhan di penyidikan untuk membuat semakin terang alur peristiwa dugaan pemberian dan penerimaan suap saat itu,” kata Febri kepada awak media di Kantornya, Kuningan, Senin (22/7).

Dalam perkara ini, Sukiman selaku anggota DPR Komisi XI diduga menerima uang sejumlah Rp2,65 miliar dan US$22 ribu.

Lihat juga:Nunung dan Kurir Modus Jual Beli Perhiasan Pada Saat Transaksi Sabu

Sementara itu, Pelaksana Tugas dan Penanggungjawab Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak Natan Pasomba diduga memberi uang Rp4,41 miliar yang terdiri dari uang Rp3,96 miliar dan valuta asing sejumlah US$33.500.

Kasus ini bermula saat Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengajukan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada APBN-P 2017 dan APBN 2018 ke Kementerian Keuangan.

Dalam proses pengajuannya, Natan Pasomba bersama pihak pengusaha melakukan pertemuan dengan pegawai Kementerian Keuangan untuk meminta bantuan. Pihak pegawai Kementerian Keuangan kemudian meminta bantuan kepada Sukiman.

Diduga, terjadi pemberian dan penerimaan suap terkait dengan alokasi anggaran Dana Alokasi Khusus/Dana Alokasi Umum/Dana Insentif Daerah untuk Kabupaten Pegunungan Arfak Tahun Anggaran 2017-2018.

Lihat juga: Advokat Zulfikar ‘Preman Pensiun’ Menawarkan Rehabilitasi

Pemberian dan penerimaan suap ini dilakukan dengan tujuan mengatur penetapan alokasi anggaran dana perimbangan dalam APBN-P Tahun 2017 dan APBN Tahun 2018 di Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat.

Atas perbuatannya itu, Sukiman sebagai pihak penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Natan sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Rekonstruksi tersebut dihadiri oleh Sukiman, Natan Pasomba, Tenaga Ahli DPR Fraksi PAN Suherlan, pihak pengamanan Polri, Pamdal dan unsur BKD DPR-RI.

Namun, kata Febri, Sukiman tidak bersedia untuk melakukan rekonstruksi perkara.

“Sehingga, tadi posisinya adalah melihat dan mengonfirmasi apa yang terjadi di titik-titik rekonstruksi tersebut,” ucap Febri.

Lihat juga: 2 Kelompok di Mesuji Bentrok Karena Tanah Garapan, 4 Tewas

 

Di KPT OTT di Kepulauan Riau, Ada Pemimpin Daerah Yang Aman

Riau

Jakarta, Posmetro Indonesia – Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan dugaan operasi penangkapan ikan (ott) korupsi di Kepulauan Riau. Kepala daerah adalah salah satu jaminan operasi.

“Ya, ada tim aksi di kepulauan Riau,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah dalam pesan singkat, Rabu.

Lihat juga: Tim Gabungan Juga Memiliki Motif Politik Di Balik Kasus Novel Ini

Febri tidak menjelaskan secara lebih rinci sosok kepala daerah yang juga dibantu dalam operasi diam itu. Febri mengatakan timnya masih di lapangan. Sejauh ini, belum ada informasi lebih rinci tentang operasi diam yang dilakukan oleh KPK.

“Nanti, informasi lebih lanjut akan diperbarui lagi, tim masih di lapangan,” kata Febri.

Lihat juga: Galih Ginanjar Diperiksa 13 Jam Tentang Kasus ‘Bau Ikan Asin

Kasus RJ Lino, KPK Sehubungan Dengan Akuisisi QCC di Barata Indonesia

RJ Lino

Jakarta, Posmetro Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkaji proses akuisisi PT Barata Indonesia untuk Quay container crane (QCC) dalam konteks kasus korupsi sistem kontrol memiliki PT Pelindo II, yang telah memikat mantan General Manager RJ Lino ( Richard Joost Lino ).

Untuk alasan ini, komisi yang terdiri dari beberapa komisi memeriksa presiden, direktur PT Barata Indonesia, R. Agus H Purnomo. Dia diinterogasi sebagai saksi terhadap tersangka RJ Lino. Diketahui bahwa PT Barata Indonesia berpartisipasi dalam proyek pengadaan yang mengarah pada kasus korupsi.

“Penyelidik telah memeriksa informasi saksi mengenai proses pengadaan QCC, diikuti oleh PT Barata,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (4/7).

Pernyataan Agus ini melengkapi file investigasi tersangka RJ Lino. Kasus itu sendiri sudah hampir empat tahun sejak RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka pada 2015.

Lihat juga: Kandidat PPP Mengakui Penggunaan Suap Romi Untuk Kampanye

KPK sendiri saat ini bekerja untuk mengidentifikasi lebih lanjut kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh korupsi dalam pembelian QCC ini.

Kasus korupsi terkait dengan pembelian QCC di Pelindo II sendiri dimulai pada Desember 2015. Mantan Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino, didorong oleh perselingkuhan rasial di perusahaan yang dia mengarahkan. KPK menetapkan bahwa Lino diduga telah membeli tiga crane kontainer Quay selama tahun fiskal 2010.

Lino dilaporkan bernama PT Wuxi Huadong Heavy Machinery Ltd. sebagai perusahaan proyek. Penunjukan perusahaan Cina dilakukan tanpa melalui proses lelang.

Lihat juga: Pasang Bendera RMS, Lima Aktivis Ditangkap Tentang Makar

Ia juga diduga melanggar Pasal 2 (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK baru-baru ini muncul sebagai saksi direktur pelaksana anak perusahaan pelabuhan Pontianak PT Pelindo II (Persero) Adi Sugiri.

Beberapa hari yang lalu, agensi yang dipimpin oleh Agus Rahardjo juga mewawancarai sejumlah saksi, termasuk direktur pelaksana anak perusahaan jangka panjang PT Pelindo II (Persero), Drajat Sulistyo dan pakar keamanan. dan Kesehatan Kerja di Sektor Lift dan Transportasi di PT Surveyor Indonesia, Ibnu Hasyim.

Lihat juga: Kasus Suap Untuk Jaksa, Aspidum kejati DKI Diduga menerima 200 juta Rupiah

Kasus Suap Untuk Jaksa, Aspidum kejati DKI Diduga menerima 200 juta Rupiah

DKI
KPK telah mengajukan bukti dalam kasus dugaan korupsi di hadapan Jaksa Agung Jakov di Jakarta, Agus Winoto, pada Sabtu (29/06).

Jakarta, Posmetro Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) DKI telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 2019.

Suap itu adalah Pengusaha Perico Sendy (SPE) dan pengacaranya Alvin Suherman (AVN). Berkenaan dengan pihak penerima, Wakil Jaksa Agung untuk Acara Pidana Kejaksaan Agung Jakarta di Jakarta, Agus Winoto (AWN).

Wakil Presiden KPK Laode M. Syarif mengatakan kasus ini bermula ketika Perico mengumumkan bahwa pihak lain telah menipu dan lolos dari investasi sebesar RpD 11 miliar. Sebelum permohonan dibacakan, segel dan pengacara mereka, Alvin, telah menyiapkan uang untuk Jaksa Agung.

“Uang ini seharusnya memperparah tuntutan mereka yang curang,” kata Syarif kepada gedung KPK di Jakarta, Sabtu (29/06).

Lihat juga: KPK Memperpanjang Masa Penahanan Romi Selama 30 Hari

Syarif mengatakan bahwa selama persidangan, Sendy dan partai yang ia klaim telah memutuskan untuk berdamai. Setelah proses perdamaian selesai, pada 22 Mei 2019, partai Sendy menuntut agar ia mengklaim hanya satu tahun.

Syarif menyatakan bahwa Alvin kemudian menghubungi Jaksa Agung melalui perantara. Perantara itu memberi tahu Alvin bahwa rencana permintaannya adalah dua tahun.

“AVS kemudian dituduh menyiapkan 200 juta rupee dan dokumen perdamaian jika dia ingin mengurangi klaimnya menjadi satu tahun,” kata Syarif.

Lihat juga: Setya Novanto, Pusat Penahanan Yang Baru Saja Dipindahkan Dari Gunung Sindur, Mengeluh Sakit

Sendy dan Alvin menerima aplikasi tersebut dan berjanji untuk menyerahkan persyaratan pada 28 Juni 2019. Karena, menurut rencana, pembacaan aplikasi akan berlangsung pada Senin, 1 Juli 2019.

Pada hari Jumat pagi, Sendy menuju ke sebuah bank dan meminta Ruskian Suherman, pihak swasta, untuk mengirim uang ke Alvin di sebuah mal Kelapa Gading.

“Lalu, sekitar jam 11 pagi, WIB SSG (Sukiman Sugita) datang ke AVS di tempat yang sama untuk mempresentasikan dokumen perdamaian,” katanya.

Setelah itu, masih di tempat yang sama, pukul 12 waktu Indonesia Barat, Ruskian datang ke Alvin untuk menyerahkan 200 juta rupee dalam kantong plastik hitam.

Lihat juga: Kasus Pelacuran, Vanessa Angel mengungkapkan nama lain Rian Subroto

Syarif menggugat bahwa Alvin bertemu dengan pengacara DKI Jakarta, jaksa tinggi, yang bertanggung jawab atas subdivisi Yadi Herdianto, di kompleks komersial yang sama, untuk menyerahkan tas kulit hitam berisi 200 juta rupee dan dokumen perdamaian. .

Setelah menerima sejumlah uang, Yadi pergi ke kantor kejaksaan DKI Jakarta dengan taksi. Uang itu kemudian diserahkan kepada Agus sebagai Aspidum, yang memiliki kekuatan untuk menyetujui rencana penuntutan dalam kasus ini.

Berkenaan dengan tindakan Sendy dan Alvin yang ditujukan untuk merusak Agus. Mereka berdua diduga melakukan pelanggaran terhadap Pasal 5, paragraf 1, huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31 diamandemen dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Pasal 55, ayat 1, KUHP pertama.

Pada saat yang sama, Agus sebagai penerima dicurigai telah melanggar Pasal 12, huruf a atau Pasal 12, huruf b atau Pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh undang-undang. No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

KPK Memperpanjang Masa Penahanan Romi Selama 30 Hari

KPK
Panjang penahanan Romahurmuziy diperpanjang 30 hari.

Jakarta, Posmetro Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan tersangka dalam kasus korupsi yang memegang jabatan di Kementerian Agama Romahurmiziy selama 30 hari.

“Hari ini, 30 hari penahanan telah diperpanjang untuk RMY,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (20/6).

Lihat juga: Setya Novanto, Pusat Penahanan Yang Baru Saja Dipindahkan Dari Gunung Sindur, Mengeluh Sakit

Febri mengatakan bahwa perpanjangan penahanan terjadi dari 25 Juni hingga 24 Juli 2019. Massa penahanan Romi kembali diperpanjang setelah beberapa penolakan yang dialamatkan kepadanya karena sakit.

Setidaknya tiga kali, Romi telah ditolak sejak penangkapannya oleh komisi anti korupsi. Diantaranya, 31 Mei 2019, 14 Mei dan 4 April 2019.

KPK juga menyelidiki peran mantan ketua Partai Pembangunan Bersatu (PPP). Romahurmuziy alias Romi, dalam proses pemilihan rektor di Universitas Islam Indonesia (UIN).

Lihat juga: Kasus Pelacuran, Vanessa Angel mengungkapkan nama lain Rian Subroto

Romahurmuziy diduga menerima dana dari Haris Hasanuddin dan Muafaq Wirahadi dalam jumlah 300 juta rupee untuk membeli dan menjual pos-pos di Kementerian Agama di Jawa Timur.

Romi diduga menerima suap 200 juta rubel. Dengan pembagian 50 juta rupee dari Muafaq untuk jabatan kepala kementerian agama Kabupaten Gresik dan 250 juta rupee Haris untuk Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Jawa Timur. Sekarang, Romy telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

KPK tidak menempatkan Sjamsul Nursalim Buron dalam kasus suap BLBI

BLBI
Juru bicara KPK Febri Diansyah.

Jakarta, Posmetro Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sejauh ini belum mencantumkan nama Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sebagai buron atau daftar pencarian orang terkait dengan status tersangka kedua mereka dalam kasus korupsi. (SKL BLBI).

Sjamsul dan Itjih saat ini adalah penduduk tetap di Singapura. Mereka tidak pernah kembali ke Indonesia sejak dugaan kasus korupsi BLBI muncul.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan kedua orang itu belum dimasukkan dalam DPO karena mereka belum dipanggil sebagai tersangka. Sejauh ini, Sjamsul dan istrinya telah dipanggil untuk bersaksi hanya jika mereka tidak pernah datang.

“Kita tidak dapat berbicara tentang seseorang yang menjadi buron sebelum dipanggil. Ketika seseorang dipanggil untuk datang, dia tidak dapat dikategorikan sebagai DPO, atau dalam pemberitahuan merah, atau dalam ‘lain-lain,’ kata Febri di gedung KPK di Jakarta, Selasa (11/6).

Lihat juga: Polisi Tewas Ditembak Perampok Rumah Pengusaha Karet

Dia menambahkan bahwa KPK saat ini sedang menyelidiki Sjamsul dan Itjih dengan mengirimkan surat panggilan kepada dua orang ini jika perlu. KPK juga akan memanggil saksi yang diperlukan untuk penyelidikan.

Febri juga berharap bahwa semua pihak yang terlibat, khususnya Sjamsul dan Itjih, memiliki niat baik untuk membantu proses peradilan dalam kasus ini untuk dilakukan secara maksimal.

“Ketika tersangka hadir, tersangka sebenarnya bisa membuat pernyataan penolakan atau penolakan. Jika ini tidak terjadi, ruang yang disediakan oleh hukum tidak benar-benar digunakan,” kata Febri.

Lihat juga:Status Kepegawaian Dokter DS Tergantung Putusan Kasus Penipuan 

Dalam hal ini, KPK secara resmi menunjuk Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, sebagai tersangka dalam kasus korupsi SKL BLBI. Sjamsul diyakini merupakan bagian yang diperkaya dari 5,58 miliar rupee dalam kasus ini.

Ia dan istrinya didakwa dengan Pasal 2 (1) atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan Pasal 55 ayat 1 KUHP pertama.

Kepala Imigrasi Mataram Tersangka Suap Izin Tinggal Rp1,2 M

Mataram
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan tersangka kasus suap izin tinggal WNA di kantor Imigrasi Mataram.

Jakarta, Posmetro Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menunjuk seorang tersangka dari kepala kelas imigrasi I Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kurniadie, sebagai tersangka korupsi untuk tempat tinggal warga negara asing (WNA). ) di Nusa Tenggara Barat.

Kurniadie telah diidentifikasi sebagai tersangka dengan kepala Seksi Intelijen dan Penegakan Imigrasi. Yusriasnyah Fazrin, dan sektor swasta atas nama Liliana Hidayat.

“Disimpulkan bahwa dugaan tindak pidana korupsi menawarkan atau menerima hadiah atau janji terkait dengan perlakuan terhadap kasus-kasus penyalahgunaan tempat tinggal di Kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2019,” kata wakil presiden. Presiden KPK, Alexander Marwata, Selasa (28/5) malam harinya.

Menurut Alexander, Kurniadie mengklaim 1,2 miliar rupee untuk mengurus dua warga negara asing yang diduga melanggar izin tinggal, menggunakan visa sebagai turis biasa, tetapi tampaknya bekerja di Wyndham Sundancer Lombok. Tersangka, Liliana, adalah manajer perusahaan, yang diduga memberikan suap kepada Kurniadie.

“Tersangka Lil (Liliana) memberi 1,1 miliar rubel dalam retakan hitam,” katanya.

Lihat juga: Disebut sebagai korban tewas pada 22 Mei, wanita melaporkan polisi

Seperti diketahui, penentuan tersangka terkait dengan pengembangan penangkapan pasca operasi oleh KPK di NTB, Senin (27/5).

Di OTT, KPK telah mengamankan delapan orang. Mereka kemudian dibawa ke Kepolisian Daerah NTB untuk pemeriksaan awal.

“Delapan orang dibawa ke kantor polisi setempat untuk pemeriksaan pertama.” Kata Laode M Syarif, wakil presiden KPK, setelah konfirmasi oleh wartawan.

Laode menjelaskan, dari delapan yang diamankan, terdiri dari bagian yang berbeda. Salah satunya adalah administrator negara, dalam hal ini kepala imigrasi. “Mereka terdiri dari pejabat imigrasi dan penyelidik serta sektor swasta,” kata Laode.

“Ratusan juta dolar yang aman akan menjadi bukti korupsi untuk menangani kasus ini selama imigrasi,” kata Laode.

Kasus Bowo Sidik, KPK Limpahkan Manajer Humpuss ke JPU

KPK
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan tersangka kasus suap yang melibatkan Bowo Sidik dilimpahkan ke penuntut umum.

Jakarta, Posmetro Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelesaikan penyelidikan oleh dugaan Manajer Pemasaran PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti. Komite anti-komisi juga mendelegasikan kasus ini dan file-file yang tertarik kepada jaksa.

“Pada hari Jumat (24 Mei) para penyelidik mendelegasikan 1 tersangka dan sebuah berkas perkara dalam kasus suap TPK dari sektor pengiriman antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dan PT HTK (Humpuss Kimia Kimia) ke Kejaksaan Umum” kata Juru. Berbicara dengan KPK Febri Diansyah, Sabtu (25/5) dalam pernyataan tertulis.

Lihat juga: Diberi Iming-iming Perlindungan, 53 Napi Langkat Masih Buron

Asty sendiri diduga berperan dalam suap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Bowo Sidik Pangarso, PT HTK, agar perusahaannya memperoleh persetujuan untuk menggunakan perahu mereka untuk distribusi pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). ).

Febri mengatakan setidaknya ada 30 saksi yang diperiksa oleh penyidik ​​KPK untuk penyelidikan ini. Dia mengatakan persidangan dijadwalkan akan diadakan di Pengadilan Pusat Korupsi di Jakarta.

Setelah pendelegasian tahap kedua, kata Febri, Kementerian Publik (JPU) akan menyusun dakwaan sesuai dengan hasil investigasi yang dilakukan.

Lihat juga: Diperiksa 10 Jam, Amien Rais Sebut ‘People Power’ Konstitusional

“Selain peran AST, peran pihak lain di perusahaan yang diduga memberikan suap bersama,” kata Febri.

Bowo sendiri, bersama dengan Manajer Pemasaran PT HTK, Asty Winasti dan Indung, ditangkap dan ditunjuk sebagai tersangka dalam kerja sama distribusi pupuk PT PILOG dengan PT HTK.

Rupanya, dia meminta komisi dari PT HTK untuk biaya transportasi yang diterima dalam jumlah US $ 2 per metrik ton. Ada enam kali penghasilan yang konon terjadi sebelumnya di sejumlah tempat sebesar Rp221 juta dan US $ 85.130.

Lihat juga: Sebagian Tersangka Rusuh 22 Mei Preman Bayaran Tanah Abang

KPK mengendus bahwa Bowo juga menerima uang dari dugaan kasus suap koperasi untuk distribusi pupuk. Tim KPK menemukan Rp. 8 miliar tunai di kantor PT Inersia, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh Bowo.

Uang dalam jumlah Rp. 8 miliar dalam Rp. 20 ribu dan Rp. 50 ribu dimasukkan ke dalam amplop. Bowo diperkirakan akan menggunakan uang dari 400.000 amplop untuk ‘serangan fajar’ dalam pemilihan umum 2019.

Periksa Agus Martowardojo, KPK dalam penganggaran e-KTP

Agus Martowardojo
Mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo.

Jakarta, Posmetro Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebagai saksi mantan anggota DPR Indonesia Markus Nari. Dari mulut Agus, KPK ingin mendapatkan informasinya ketika masih Menteri Keuangan mengeksplorasi anggaran untuk pengadaan paket untuk implementasi e-KTP yang mengarah pada korupsi.

“Penyelidik mengeksplorasi informasi saksi mengenai anggaran untuk pengadaan kartu identitas penduduk berdasarkan nomor registrasi penduduk ketika saksi menjadi menteri keuangan Republik Indonesia,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah dalam pernyataan tertulis Jumat (17/5).

Sementara itu, setelah diperiksa oleh KPK. Agus menjelaskan masalah penganggaran dan penggunaan mekanisme multi-tahun dalam proyek e-KTP kepada para penyelidik KPK. Terkait hal ini, Agus ‘melempar bola’ dengan mengatakan bahwa perencana dan pelaksana anggaran adalah kewenangan kementerian teknis, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri.

“Jadi juga dinyatakan bahwa dalam UU itu jelas bahwa secara formal. Secara material tanggung jawab anggaran berada di kementerian teknis ini di Kementerian Dalam Negeri. Kemudian Kementerian Dalam Negeri membahas anggarannya dengan DPR juga merupakan proses anggaran,” kata Agus.

Lihat juga: Caleg PDIP Polisikan Amien Rais Terkait Dugaan Makar

Kementerian Keuangan, kata Agus, hanya sebagai manajer fiskal dan bendahara umum negara. Sementara Kementerian Dalam Negeri adalah pengguna anggaran.

“Jika sebagai pengguna anggaran, menteri adalah orang yang harus merencanakan, melaksanakan tanggung jawab untuk anggaran. Tanggung jawab kementerian teknis adalah dalam perencanaan, implementasi dan akuntabilitas,” katanya.

Diketahui dalam kasus korupsi, proyek e-KTP KPK telah menetapkan Markus Nari sebagai tersangka sejak 19 Juli 2017. Markus diduga berperan dalam memperlancar penambahan anggaran e-KTP di DPR.

Karena alasan ini, Markus diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sehubungan dengan Pasal 55 ayat (1) UU No. Kode kriminal.

Markus adalah satu dari delapan tersangka dalam kasus mega korupsi ini. Selain Markus, tujuh tersangka lainnya bahkan telah diproses oleh KPK, dari penyelidikan hingga vonis.

Lihat juga: Pansel Baru KPK Belum Ada, ICW Sindir Jokowi Sibuk Nyapres

Selain itu, Markus juga didakwa dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Markus diduga sengaja menghalangi atau mengganggu proses investigasi dalam persidangan kasus e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.

Dia juga diduga menghalangi proses investigasi dalam kasus dugaan informasi palsu dalam uji coba e-KTP yang menjerat Miryam S Haryani.

Pansel Baru KPK Belum Ada, ICW Sindir Jokowi Sibuk Nyapres

Joko WIdodo
Presiden Joko WIdodo didorong segera menentukan daftar calon komisioner KPK pengganti kepengurusan Agus Rahardjo Cs.

Jakarta, Posmetro Indonesia — Masa jabatan Agus Rahardjo sebagai pucuk pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal segera berakhir tahun ini. Namun sampai sekarang Presiden Jokowi belum juga menentukan nama atau sekadar menyusun daftar calon pengganti Agus yang diketahui sudah menjabat sejak 2015.

Anggota Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan panitia seleksi (pansel) KPK pengganti Agus Cs seharusnya sudah diumumkan pada pekan ketiga Mei 2019.

Namun Kurnia pesimistis pansel bakal terbentuk tepat waktu mengingat Jokowi masih sibuk mengurusi penghitungan suara pemilihan presiden. Ditambah lagi Jokowi sibuk mengawal isu lain, yakni pemindahan Ibu Kota.

Lihat juga : Jurnalis Tewas di Surabaya Disebut Sudah Nonaktif

“Kami mendorong jika mengacu pada empat tahun lalu minggu ketiga bulan Mei itu Jokowi sudah membentuk pansel,” kata Kurnia saat ditemui di Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (12/5).

“Akan tetapi melihat potret hari ini kami jadi pesimis. Karena sepertinya jokowi masih terfokus pada konteks elektoral dan beberapa isu lain,” ungkap Kurnia menambahkan.

Ia mengatakan pansel baru KPK sudah seharusnya dilantik Desember 2019. Namun menurutnya itu bisa dilakukan jika nama-nama pansel sudah ditentukan bulan ini.

Kurnia bilang untuk masuk ke fase pelantikan tidak mudah dan butuh proses cukup lama.

Agus Rahardjo.
Agus Rahardjo.

“Kerja pansel itu panjang. Mengumumkan ke publik ada seleksi administrasi, ada wawancara dan meminta masukan kepada publik. Yang penting ada proses fit and proper tes di DPR. Dan kami menganggap kalau berlarut, maka proses pemilihan pansel KPK akan terancam untuk dilantik tepat waktu,” katanya.

Untuk menentukan pansel, Kurnia mendorong agar Jokowi bisa menentukan calon yang tepat. Kriteria untuk periode baru KPK diharapkan dapat dilihat dari rekam jejaknya, hingga keberpihakan calon tersebut terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Kami dorong agar orang yang dipilih pak Jokowi sebagai pansel adalah orang yang punya profesionalitas tinggi, punya kemampuan berfikir tinggi dan poin pentingnya punya integritas,” ujarnya.

Kesimpulan Kinerja KPK 2015-2019

Kurnia turut menyimpulkan evaluasinya terhadap kinerja KPK di bawah pimpinan Agus untuk periode 2015-2019 yang dianggapnya belum maksimal.

Dari sektor penindakan, ia mengungkapkan KPK selama era Agus Rahardjo cs belum menerapkan asset recovery secara maksimal. Dari 313 perkara yang ditangani hanya 15 perkara yang dikenakan aturan tentang TPPU atau tindak pidana pencucian uang.

Lalu KPK telah progresif dalam pengenaan korporasi sebagai tersangka korupsi. Terhitung sejak 2017 KPK telah menetapkan lima korporasi sebagai subjek pemidanaan korupsi.

Anggota Div.Hukum ICW Kurnia Ramdhana
Anggota Div.Hukum ICW Kurnia Ramdhana
Lihat juga: Polisi Cegat Kivlan Zen di Bandara Saat Hendak ke Luar Negeri

Rata-rata tuntutan KPK sepanjang 2016-2018 hanya menyentuh lima tahun tujuh bulan penjara, atau masuk dalam kategori ringan. Kemudian disparitas tuntutan masih terlihat dalam tren penuntutan sepanjang era kepemimpinan Agus Rahardjo dkk.

Menurut Kurnia KPK juga masih minim menuangkan pencabutan hak politik saat membacakan surat tuntutan, terhitung dari 88 terdakwa hanya 42 yang diminta untuk dicabut.

Selain itu fokus KPK tidak pada menuntaskan penanganan perkara, terbukti masih ada 18 tunggakan perkara besar yang belum dilanjutkan.

Dalam sektor pencegahan, sebagai Ketua Timnas Stranas PK, KPK masih belum masif melakukan berbagai

kegiatan sosialisasi dan diseminasi informasi ke publik. Kemampuan KPK dalam melakukan deteksi yang melibatkan strategi LKHPN dan penanganan gratifikasi juga dirasa masih belum maksimal.

Lihat juga: Geng Curanmor di Tangerang Dibekuk, Penadah Ditembak Mati

Strategi pencegahan KPK juga belum merespon kebutuhan publik saat ini, dan masih terfokus pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Mandat koordinasi, supervisi, dan monitoring lembaga penegak hukum juga belum maksimal.

Kemudian kesimpulan untuk alokasi anggaran, Kurnia memaparkan bahwa

KPK belum maksimal menyerap anggaran. Rata-rata total penyerapan anggaran KPK pada 2015-2017 hanya sebesar 85,93 persen. Hasil ini tentu cukup bertolakbelakang dengan permintaan penambahan anggaran KPK tiap tahunnya.

Penambahan jumlah anggaran disarankan ICW sebaiknya diikuti dengan memaksimalkan penyerapan anggaran tersebut untuk program-program pencegahan dan pemberantasan korupsi. KPK perlu mendorong sistem agar penyerapan anggaran dapat berjalan lebih maksimal.

Lalu proposi anggaran KPK yang dialokasikan untuk kebutuhan pegawai dan operasional kantor lebih besar dibanding kedeputian yang lain dengan total rata-rata penyerapan sebesar 89,06 persen. KPK perlu fokus juga untuk memaksimalkan anggaran di sektor-sektor alokasi anggaran lainnya.

Jajaran komisioner KPK
Jajaran komisioner KPK era kepemimpinan Agus Rahardjo.

Sementara sektor sumber daya manusia (SDM), ICW menilai KPK hingga saat ini belum berupaya secara serius dalam meningkatkan tata kelola dan manajemen SDM. Hal ini dapat ditunjukkan dari belum adanya cetak biru terkait SDM.

SDM menurut Kurnia merupakan kunci efektivitas pemberantasan korupsi oleh KPK. Ketergantungan pada institusi perbantuan lain membuat KPK perlu membuat skema besar manajemen SDM. Perbaikan terhadap sumber daya dapat meningkatkan efektivitas KPK, sehingga mengurangi penumpukan kasus yang diinvestigasi.

Lihat juga; KPK Periksa Khofifah soal Rekomendasi Kakanwil Kemenag Jatim

ICW juga menilai pimpinan KPK saat ini lambat merespons dan seakan tidak memiliki komtimen dalam menyelesaikan kisruh dan dugaan penghambatan proses perkara yang terjadi.

Terakhir pada sektor organisasi dan konsolidasi internal, Kurnia mengatakan KPK masih sering abai untuk menegakkan etik di internal. Data menunjukkan di era kepemimpinan Agus setidaknya ada tujuh dugaan pelanggaran etik yang tidak jelas penanganannya.

Selain itu penyerangan terhadap pegawai maupun pimpinan KPK masih sering terjadi. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. setidaknya ada 19 ancaman ataupun kriminalisasi yang dialami pegawai maupun pimpinan KPK.

Kurnia menambahkan pimpinan KPK juga masih sering melontarkan pernyataan yang bersifat kontroversial, sehingga menurunkan citra lembaga anti rasuah tersebut di mata publik.