Joko WIdodo
Presiden Joko WIdodo didorong segera menentukan daftar calon komisioner KPK pengganti kepengurusan Agus Rahardjo Cs.

Jakarta, Posmetro Indonesia — Masa jabatan Agus Rahardjo sebagai pucuk pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal segera berakhir tahun ini. Namun sampai sekarang Presiden Jokowi belum juga menentukan nama atau sekadar menyusun daftar calon pengganti Agus yang diketahui sudah menjabat sejak 2015.

Anggota Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan panitia seleksi (pansel) KPK pengganti Agus Cs seharusnya sudah diumumkan pada pekan ketiga Mei 2019.

Namun Kurnia pesimistis pansel bakal terbentuk tepat waktu mengingat Jokowi masih sibuk mengurusi penghitungan suara pemilihan presiden. Ditambah lagi Jokowi sibuk mengawal isu lain, yakni pemindahan Ibu Kota.

Lihat juga : Jurnalis Tewas di Surabaya Disebut Sudah Nonaktif

“Kami mendorong jika mengacu pada empat tahun lalu minggu ketiga bulan Mei itu Jokowi sudah membentuk pansel,” kata Kurnia saat ditemui di Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (12/5).

“Akan tetapi melihat potret hari ini kami jadi pesimis. Karena sepertinya jokowi masih terfokus pada konteks elektoral dan beberapa isu lain,” ungkap Kurnia menambahkan.

Ia mengatakan pansel baru KPK sudah seharusnya dilantik Desember 2019. Namun menurutnya itu bisa dilakukan jika nama-nama pansel sudah ditentukan bulan ini.

Kurnia bilang untuk masuk ke fase pelantikan tidak mudah dan butuh proses cukup lama.

Agus Rahardjo.
Agus Rahardjo.

“Kerja pansel itu panjang. Mengumumkan ke publik ada seleksi administrasi, ada wawancara dan meminta masukan kepada publik. Yang penting ada proses fit and proper tes di DPR. Dan kami menganggap kalau berlarut, maka proses pemilihan pansel KPK akan terancam untuk dilantik tepat waktu,” katanya.

Untuk menentukan pansel, Kurnia mendorong agar Jokowi bisa menentukan calon yang tepat. Kriteria untuk periode baru KPK diharapkan dapat dilihat dari rekam jejaknya, hingga keberpihakan calon tersebut terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Kami dorong agar orang yang dipilih pak Jokowi sebagai pansel adalah orang yang punya profesionalitas tinggi, punya kemampuan berfikir tinggi dan poin pentingnya punya integritas,” ujarnya.

Kesimpulan Kinerja KPK 2015-2019

Kurnia turut menyimpulkan evaluasinya terhadap kinerja KPK di bawah pimpinan Agus untuk periode 2015-2019 yang dianggapnya belum maksimal.

Dari sektor penindakan, ia mengungkapkan KPK selama era Agus Rahardjo cs belum menerapkan asset recovery secara maksimal. Dari 313 perkara yang ditangani hanya 15 perkara yang dikenakan aturan tentang TPPU atau tindak pidana pencucian uang.

Lalu KPK telah progresif dalam pengenaan korporasi sebagai tersangka korupsi. Terhitung sejak 2017 KPK telah menetapkan lima korporasi sebagai subjek pemidanaan korupsi.

Anggota Div.Hukum ICW Kurnia Ramdhana
Anggota Div.Hukum ICW Kurnia Ramdhana
Lihat juga: Polisi Cegat Kivlan Zen di Bandara Saat Hendak ke Luar Negeri

Rata-rata tuntutan KPK sepanjang 2016-2018 hanya menyentuh lima tahun tujuh bulan penjara, atau masuk dalam kategori ringan. Kemudian disparitas tuntutan masih terlihat dalam tren penuntutan sepanjang era kepemimpinan Agus Rahardjo dkk.

Menurut Kurnia KPK juga masih minim menuangkan pencabutan hak politik saat membacakan surat tuntutan, terhitung dari 88 terdakwa hanya 42 yang diminta untuk dicabut.

Selain itu fokus KPK tidak pada menuntaskan penanganan perkara, terbukti masih ada 18 tunggakan perkara besar yang belum dilanjutkan.

Dalam sektor pencegahan, sebagai Ketua Timnas Stranas PK, KPK masih belum masif melakukan berbagai

kegiatan sosialisasi dan diseminasi informasi ke publik. Kemampuan KPK dalam melakukan deteksi yang melibatkan strategi LKHPN dan penanganan gratifikasi juga dirasa masih belum maksimal.

Lihat juga: Geng Curanmor di Tangerang Dibekuk, Penadah Ditembak Mati

Strategi pencegahan KPK juga belum merespon kebutuhan publik saat ini, dan masih terfokus pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Mandat koordinasi, supervisi, dan monitoring lembaga penegak hukum juga belum maksimal.

Kemudian kesimpulan untuk alokasi anggaran, Kurnia memaparkan bahwa

KPK belum maksimal menyerap anggaran. Rata-rata total penyerapan anggaran KPK pada 2015-2017 hanya sebesar 85,93 persen. Hasil ini tentu cukup bertolakbelakang dengan permintaan penambahan anggaran KPK tiap tahunnya.

Penambahan jumlah anggaran disarankan ICW sebaiknya diikuti dengan memaksimalkan penyerapan anggaran tersebut untuk program-program pencegahan dan pemberantasan korupsi. KPK perlu mendorong sistem agar penyerapan anggaran dapat berjalan lebih maksimal.

Lalu proposi anggaran KPK yang dialokasikan untuk kebutuhan pegawai dan operasional kantor lebih besar dibanding kedeputian yang lain dengan total rata-rata penyerapan sebesar 89,06 persen. KPK perlu fokus juga untuk memaksimalkan anggaran di sektor-sektor alokasi anggaran lainnya.

Jajaran komisioner KPK
Jajaran komisioner KPK era kepemimpinan Agus Rahardjo.

Sementara sektor sumber daya manusia (SDM), ICW menilai KPK hingga saat ini belum berupaya secara serius dalam meningkatkan tata kelola dan manajemen SDM. Hal ini dapat ditunjukkan dari belum adanya cetak biru terkait SDM.

SDM menurut Kurnia merupakan kunci efektivitas pemberantasan korupsi oleh KPK. Ketergantungan pada institusi perbantuan lain membuat KPK perlu membuat skema besar manajemen SDM. Perbaikan terhadap sumber daya dapat meningkatkan efektivitas KPK, sehingga mengurangi penumpukan kasus yang diinvestigasi.

Lihat juga; KPK Periksa Khofifah soal Rekomendasi Kakanwil Kemenag Jatim

ICW juga menilai pimpinan KPK saat ini lambat merespons dan seakan tidak memiliki komtimen dalam menyelesaikan kisruh dan dugaan penghambatan proses perkara yang terjadi.

Terakhir pada sektor organisasi dan konsolidasi internal, Kurnia mengatakan KPK masih sering abai untuk menegakkan etik di internal. Data menunjukkan di era kepemimpinan Agus setidaknya ada tujuh dugaan pelanggaran etik yang tidak jelas penanganannya.

Selain itu penyerangan terhadap pegawai maupun pimpinan KPK masih sering terjadi. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. setidaknya ada 19 ancaman ataupun kriminalisasi yang dialami pegawai maupun pimpinan KPK.

Kurnia menambahkan pimpinan KPK juga masih sering melontarkan pernyataan yang bersifat kontroversial, sehingga menurunkan citra lembaga anti rasuah tersebut di mata publik.